Wajah Ayu Akhas Gadis Desa
Desa Kalijaga adalah tempat tinggal dan
tanah kelahiranku, di Desa itu , Atok orang orang memanggilku. Pagi itu aku
dikejutkan dengan suara ayah yang mengetuk pintu kamarku seraya
memaggilku,”Atok.. Atok Atok ’.. Bangun sebentar.., ia terus berkali kali
mengetuk pintu kamarku. Akupun terbangun tak sanggup untuk pura pura tidur
lagi, ku singkirkan selimutku lalu bangun menghapiri daun pintu kemudian
membuka pintu. Benar , ternyata Ayah berdiri di depan pintu yang sedang
menungguku,”Nak, kamu diminta untuk memenuhi panggilan Bapak Sahdi, katanya
kamu akan di bawa ke Lombok Tengah untuk mengajar di pondok pesantrennya.
Ucapan ayah itu, sama persis seperti apa yang ibu katakan kepadaku berkali
kali, karena sedikit bandelku, berkali kali pula aku mengabaikannya, karena
saat itu aku telah diminta oleh sekertaris pondok Kalijaga untuk mengajar di
sana hingga aku mengambil keputusan tidak akan pergi kemana mana untuk mengajar
.
Saat itu apa boleh buat aku takut nanti
ayah kesal lantas marah kepadaku. Hari itu, rabu pagi tepatnya Tujuh Juni 2005
kupenuhi panggilan Bapak Sahdi, sesampai disana tak panjang kata ia langsung
membawaku ke Bpak Tuan Guru yang selaku sesepuh Masyarakat Kalijaga untuk minta
restu kepadanya. Betul saja, saat itu mulutku bagai terkunci oleh gembok
malaikat hingga membuat mulutku terkunci rapat, aku hanya bisa menganggukkan
kepala, padahal itu diluar kontrolku, entah itu pertanda ungkapan setuju atau
sebaliknya, begutulah aku yang serba gugup pada saat itu, setelah perberbincangan
usai, akhirnya akupun dilepas dengan doa sebagai tanda restu darinya. Masihku
ingat pesannya,’’yang betah disana ya?,” Ujarnya, kubalas ujarnya dengan
anggukan kepalaku menandakan jawaban setuju dariku. Setelah kami berziarah
minta restu, kamipun bergegas pulang dan akupun bersiap siap menunggu mobil
Bapak Sahdi yang akan menjemputku berangkat ke Desa Beraim Kecamatan Praya
Tengah.
Sebulan telah berlalu di Dusun Ras,
senja yang indah di ufuk barat, berwarna merah dan semburat jingga disertai
burung burung yang terbang kembali ke sarang setelah seharian mencari makan. Aku
duduk disini, di atas bongkahan batu besar memandangi luasnya lahan persawahan yang
ditanami padi yang sudah mulai menguning dan seraya memandangi karya sang
Pencipta yang selalu membuat aku kagum atas cipataanNya, namun bukan itu saja,
saat ini aku sedang memikirkan sesuatu, seseorang lebih tepatnya, yaa.. dia
adalah seorang gadis yang sejak pertama kali memandangnya sudah membuat jantung
ini bergedup lebih cepat seperti putaran mesin 1000 rpm. Entah apa yang
membuatku begitu, aku tak tahu. Hari demi haru kulalu tidak lepas dari bayang
bayang wajah cantiknya, mungkinkah sekarang dia mengingatku? bagaimana keadaan
dia sekarang? Apakah dia masih menungguku? Pertanyaan itu selalu memenuhi
otakku. Tiba tiba aku disadarkan dari lamunanku oleh bunyi ponselku…
“Pak Atok, kamu dimana..? .Cepat
pulang, sudah mau maghrib segera pulang santri sudah menunggu untuk sholat
berjamah.” Terlihat nama pengirimnya adalah Pak Saidi. Segera saja aku turun
dari batu besar itu lalu mengayunkan langkah kakiku dan bergegas pulang ke Asrama,
dan benar saja suasana sudah mulai gelap, aku tidak menyadarinya karena terlalu
sibuk dengan lamunanku.
Sesampainya di asrama, aku langsung
saja bergegas menuju mushola yang terletak dekat asramaku untuk shalat
berjamaah, sudah satu bulan aku berada di asramaku dan selama itu pula pak
Saidi selalu menanyakan pertanyaan yang sama setiap harinya. “kapan kamu mau
nikah,.?” mendengarnya aku selalu mengingat dia, Apa dia mau menikah denganku?
Huuhh… semakin menambah pusing kepalaku.
Namaku Atok Attami. Seorang guru muda
yang masih menyimpan perasaan yang sama untuk dia, yang masih mengharapkan dia,
yang masih menginginkan dia, namanya adalah Marni, perempuan embun pagi begitulah
aku menyebutnya. Tatapan mata teduh yang sejuk bagai embun dipagi hari, wajah
ayu Akhas Gadis Desa, tubuh mungil dengan kerudung panjangnya, selalu membuat
aku senyum senyum sendiri bila mengingatnya. Asstaghfirullah… Kenapa aku
membayangkanya.
Hari demi hari kulalui tak lekang dari
bayang bayang wajah mulusnya, bibir yang begitu mungail bak buah strobery
mengingatkan aku kepada aktris bolly world terkenal Priana Kacopra. Ia benar
benar wanita idaman.Rasa rindu yang menggebu laksana kabut pasir yang menyapu
pegunungan.
Dua
bulan telah berlau kini saatnya aku bertemu dan melepas segala rinduku atau
paling tidak aku dizinkan Tuhan untuk menceritakan rasa riduku kepadanya.Bulan
ini bulan juni saat seluruh waraga sekolah menikmati hari libur panjang kenaikan
kelas.
Hari
berganti hari bulan berganti bulan tak terasa kini sudah tiga tahun akan berlalu,
aku masih menunggu ia lulus di bangku SMA. Rencananya kami berdua akan menikah,
akan ku boyong ia setelah pengumuman lulus itu diterima olehnya. Singkat cerita
kamipun resmi menjadi pasangan suami istri,satu hal yang bisa aku persembahkan
untuknya Hanya Kesetiaan dan Kejujuran untuknya selamanya…
Selesai…….
wih krennn...
BalasHapus